TUGAS MAKALAH
“PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SDM”
Disusun
Oleh:
ASNUN
ARSYAD
NIM:
B2B1 17 057
KELAS B
PROGRAM STUDI MANAJEMEN (S2)
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelatihan dan pengembangan sering
kita dengar dalam dunia kerja di perusahaan, organisasi, lembaga, atau bahkan
dalam instansi pendidikan. Hal ini dapat diasumsikan bahwa pelatihan dan
pengembangan sangat penting bagi tenaga kerja untuk bekerja lebih menguasai dan
lebih baik terhadap pekerjaan yang dijabat atau akan dijabat kedepan. Tidak
terlalu jauh dalam instansi pendidikan, pelatihan dan pengembangan sering
dilakukan sebagai upaya meningkatkan kinerja para tenaga kerja pendidikan yang
dianggap belum mampu untuk mengemban pekerjaannya karena faktor perkembangan
kebutuhan masyarakat dalarn pendidikan. Secara deskripsi tertentu potensi para
pekerja pendidikan mungkin sudah memenuhi syarat administarasi pada
pekerjaanya, tapi secara aktüal para pekerja pendidikan harus mengikuti atau
mengimbangi perkembangan pendidikan sesuai dengan tugas yang dijabat atau yang
akan dijabatnya. Hal ini yang mendorong pihak instansi pendidikan untuk
memfasilitasi atau memiasililatori pelatihan dan pengembangan karir para tenaga
kerja pendidikan guna mendapatkan hasil kinerja yang balk, etèktif dan efisien.
Salah satu fungsi manajemen
surmberdaya manusia adalah training and development artinya bahwa untuk
mendapatkan tenaga kerja pendidikan yang bersumberdaya manusia yang baik dan
tepat sangat perlu pelatihan dan pengembangan. Hal ini sebagal upaya untuk
mempersiapkan para tenaga kerja pendidikan untuk menghadapi tugas pekerjaan
jabatan yang dianggap belum menguasainya. Management thought yang dikernukakan
Taylor, bahwa tenaga kerja membutuhkan latihan kerja yang tepat. Teori ini
sangat tepat untuk rnenghindari kemungkinan terburuk dalam kemampuan dan tanggungjawab
bekerja, sehingga dalam menyelesaikan tugas jabatan lebih efektif dan efIsien
sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Dalam instansi pendidikan biasanya
para tenaga kerja yang akan menduduki jabatan baru yang tidak didukung dengan
pendidikannya atau belum mampu melaksanakan tugasnya, biasanya upaya yang
ditempuh adalah dengan melakukan pelatihan dan pengembangan karir. Dengan
melalui pelatihan dan pengembangan, tenaga kerja akan mampu mengerjakan,
meningkatkan, mengembangkan pekerjaannya. Dalarn kaitannya dengan tema iin,
pemakalah mencoba dengan menyajiKan point-point penting yang ada kaitannya
dengan pelatihan dai pengembangan sebagai berikut: Pengertian, tujuan,
jenis-jenisnya, tahapan-tahapannya, tekniknya, manfaat dan kelemahannya.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa saja kompetensi yang dibutuhkan ?
2.
Apa hakekat pengembangan SDM ?
3.
Bagai mana Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan
Berbasis Kompetensi?
4.
Apa Peranan Pendidikan Dalam Meningkatkan Sumber Daya
Manusia ?
5.
Apa saja jenis pelatihan dan pengembangan ?
6.
Bagai mana proses pelatihan dan pengembangan ?
7.
Apa tujuan pelatihan dan pengembangan ?
8.
Apa manfaat pelatihan dan pengembangan ?
9.
Apa saja kelemahan pelatihan dan pengembangan ?
10.
Bagai mana teknik-teknik pelatihan dan pengembangan?
C. Tujuan
a.
Untuk mengetahi kompetensi yang dibutuhkan
b.
Untuk mengetahi hakekat pengembangan SDM
c.
Untuk mengetahi Pengembangan Pendidikan dan
Pelatihan Berbasis Kompetensi
d.
Untuk mengetahui Peranan Pendidikan Dalam Meningkatkan
Sumber Daya Manusia
e.
Untuk mengetahui jenis pelatihan dan pengembangan
f.
Untuk mengetahui tahapan proses pelatihan dan
pengembangan
g.
Untuk mengetahui tujuan pelatihan dan
pengembangan
h.
Untuk mengetahui manfaat pelatihan dan
pengembangan
i.
Untuk mengetahui kelemahan pelatihan dan
pengembangan
j.
Untuk mengetahui teknik-teknik pelatihan dan
pengembangan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kompetensi apa yang dibutuhkan?
Menilik dalam organisasi tingkatan manajemen ada 3
yaitu:
1. Tingkatan Eksekutif
Pada tingkatan
ini diperlukan kompetensi yang berkaitan dengan strategic thinking dan change
leadership manajement. Strategic thinking adalah kompetensi untuk memahami
kecenderungan perubahan lingkungan yang begitu cepat, melihat peluang pasar,
ancaman, kekuatan dan kelemahan organisasi agar dapat mengidentifikasikan
“strategic responce” secara optimum. Sedangkan change leadership adalah
kompetensi untuk mengkomunikasikan visi dan strategi perusahaan dan dapat
mentransformasikan kepada pegawai.
2. Tingkat Manajer
Pada tingkat ini
diperlukan adalah kompetensi yang meliputi aspek-aspek fleksibilitas, change
implemention, interpersonal understanding, and empowering. Aspek fleksibilitas
adalah kemampuan merubah struktur dan proses manajerial:apabila strategic
perubahan organisasi diperlukan untuk efektifitas pelaksanan tugas organisasi.
Dimensi “interpersonal understanding” adalah kemampuan untuk memahami nilai
dari setiap manusia. Aspek pemberdayaan adalah kemampuan mengembangkan
karyawan, mendelegasikantanggung jawab, memberikan saran umpan balik,
menyatakan harapan-harapan positif pada bawahan serta memberikan reward bagi
peningkatan kinerja.
3. Tingkat Karyawan
Pada tingkat ini
di perlukan kualitas kompetensi seperti fleksibilitas, menggunakan, mencari
berita, motivasi dan kemampuan untuk belajar, motivasi kerja dibawah tekanan
waktu, kolaborasi, dan orientasi pelayanan terhadap pelanggan.
B.
Hakekat Pengembangan SDM
Pengertian SDM ada dua
macam, yaitu:
1) Derajat kualitas usaha yang
ditampilkan seseorang yang terlibat dalam proses produksi untuk
menghasilkan barang atau jasa, dan
2) Manusia yang memiliki
kemampuan kerja untuk menghasilkan produksi, baik barang atau jasa
(Simanjuntak, 1985).
Perbedaan antara kedua pengertian di
atas terletak pada derajat kualitas manusia itu sendiri. Pada pengertian
pertama, manusia dipandang sebagai SDM bila memiliki kualitas yang sesuai
dengan tuntutan atau kebutuhan usaha. Dalam konteks makro, ciri yang
menandainya adalah kualitas untuk melaksanakan perubahan dalam rangka
meningkatkan taraf hidup masyarakat, sedangkan dalam konteks mikro adalah
kualitas untuk melakukan proses produksi, misalnya dalam suatu organisasi
bisnis atau industri. Jadi, manusia menjadi SDM apabila dia terlibat
dalam proses produksi dan kualitas kemampuan yang dimilikinya sesuai untuk
menghasilkan produksi itu. Pada pengertian kedua, aspek kualitas tidak
ditonjolkan. Karena pada dasarnya setiap individu manusia yang termasuk pada
kategori angkatan kerja itu terlibat atau dapat dilibatkan dalam proses
pembangunan atau proses produksi, maka dalam kondisi memiliki kemampuan apapun
dia termasuk kategori SDM, apabila dia terlibat dalam proses itu. Bila belum
terlibat, dia masih dikategorikan sebagai potensi. Oleh sebab ada persyaratan
keterlibatan, baik pada pengertian pertama maupun pada pengertian kedua, maka
pemanfaatan kemampuan dalam proses pembangunan nasional maupun dalam proses
produksi merupakan indikator utama proses pengembangan SDM. Artinya, upaya
apapun yang diarahkan untuk meningkatkan kompetensi, akan termasuk pada upaya
pengembangan SDM apabila dikaitkan dengan pemanfaatannya dalam pembangunan atau
dalam proses produksi.
Pengembangan SDM merupakan suatu
istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu pendekatan bersifat
terintegrasi dan holistik dalam mengubah prilaku orang-orang yang terlibat
dalam suatu proses pekerjaan, dengan menggunakan serangkaian teknik dan strategi
belajar yang relevan (Megginson, Joy-Mattews, dan Banfield, 1993). Konsep ini
mengandung makna adanya berbagai unsur kegiatan selama terjadinya proses
mengubah prilaku, yaitu adanya unsur pendidikan, adanya unsur belajar, dan
perkembangan. Unsur pendidikan dimaksudkan untuk menentukan teknik dan strategi
yang relevan untuk mengubah prilaku. Unsur belajar dimaksudkan untuk
menggambarkan proses terjadinya interaksi antara individu dengan lingkungan,
termasuk dengan pendidik. Adapun unsur perkembangan dimaksudkan sebagai proses
gradual dalam perubahan dari suatu keadaan, misalnya dari keadaan tidak
dimilikinya kompetensi menjadi keadaan memiliki kompetensi, yang terjadi dalam
jangka waktu tertentu.
C. Pengembangan
Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Kompetensi
Pengembangan SDM yang membawa misi
sebagaimana disebutkan di atas difokuskan pada peningkatan ketahanan dan
kompetensi setiap individu yang terlibat atau akan terlibat dalam proses
pembangunan. Peningkatan ketahanan dan kompetensi ini di antaranya dilaksanakan
melalui pendidikan. Bila dikaitkan dengan pengembangan SDM dalam rangka
meningkatkan kemampuan menyesuaikan diri, pendidikan juga merupakan upaya
meningkatkan derajat kompetensi dengan tujuan agar pesertanya adaptable
terhadap berbagai perubahan dan tantangan yang dihadapi. Selain itu, pendidikan
yang diselenggarakan seharusnya juga memberi bekal-bekal kemampuan dan
keterampilan untuk melakukan suatu jenis pekerjaan tertentu yang dibutuhkan
agar dapat berpartisipasi dalam pembangunan (Boediono, 1992). Program semacam
ini harus dilaksanakan dengan disesuaikan dengan keperluan dan usaha yang
mengarah kepada antisipasi berbagai perubahan yang terjadi, baik di masa kini
maupun yang akan datang (Han, 1994; Dertouzas, Lester, dan Solow, 1989).
Sebagaimana dijelaskan di atas,
pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses melakukan perubahan, dalam
rangka perbaikan, untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan kualitas sumber
daya manusia (SDM). Kesejahteraan terkait dengan terpenuhinya kebutuhan dasar
hidup rakyat, baik material maupun mental dan spiritual. Adapun kualitas SDM
terkait dengan derajat kemampuan, termasuk kreatifitas, dan moralitas
pelaku-pelaku pembangunan. Atas dasar ini, proses perubahan yang diupayakan
melalui pembangunan seharusnya menjangkau perbaikan semua sektor secara
menyeluruh dan berimbang, pada satu sisi, dan pada sisi lain merupakan upaya
meningkatkan kualitas SDM.
Perbaikan pemenuhan kebutuhan dasar
rakyat adalah fokus dari pembangunan sektor ekonomi, dengan tujuan meningkatkan
pemenuhan kebutuhan yang bersifat fisik dan material, baik kebutuhan
primer, sekunder, tertier maupun kuarter. Pemenuhan kebutuhan ini
seharusnya seimbang dengan pemenuhan kebutuhan mental dan spiritual. Bebas dari
rasa takut, adanya rasa aman, dihargai harkat dan martabatnya, dilindungi
kebebasan dan hak-haknya, serta tersedianya kesempatan yang sama untuk
mewujudkan cita-cita dan potensi diri adalah bentuk-bentuk kebutuhan mental
yang seharusnya diperbaiki kondisinya melalui pembangunan. Adapun pemenuhan
kebutuhan spiritual terkait dengan kebebasan dan ketersediaan prasarana, sarana
dan kesempatan untuk mempelajari, mendalami dan menjalankan ajaran agama yang
dianut, sehingga komunikasi dengan Sang Pencipta dapat terpelihara.
Pada sisi peningkatan kualitas SDM,
pembangunan diarahkan untuk menjadikan rakyat negeri ini kreatif, menguasai
serta mampu mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS), dan
memiliki moralitas. Kreatifitas diperlukan untuk bisa bertahan hidup dan tidak
rentan dalam menghadapi berbagai kesulitan. Dengan kreatifitas, seseorang
menjadi dinamis dan bisa menemukan jalan keluar yang positif ketika menghadapi
kesulitan atau masalah.
Penguasaan dan kemampuan
mengembangkan IPTEKS sangat dibutuhkan untuk peningkatan taraf hidup, dan agar
bangsa ini bisa disandingkan dan ditandingkan dengan bangsa-bangsa lain. Ini
mengingat, globalisasi dalam berbagai bidang kehidupan sudah tidak bisa
dihindari dan berdampak pada terjadinya persaingan yang ketat, baik dalam
kehidupan sosial, ekonomi, maupun politik. Untuk bisa memasuki pergaulan
dalam kehidupan global (persandingan dengan masyarakat global) maupun untuk
meraih keberhasilan dalam berbagai kesempatan yang tersedia (pertandingan dalam
kehidupan global) diperlukan pengusaan dan kemampuan mengembangkan IPTEKS.
Adapun moralitas sangat diperlukan agar dalam menjalani kehidupannya prilaku
bangsa ini dikendalikan oleh nilai-nilai kebenaran dan keadilan yang bersifat
nasional dan universal. Karena nilai-nilai ini berkait dengan batas-batas
antara baik dan tidak baik, benar dan tidak benar, serta antara yang menjadi
haknya dan bukan haknya, maka tingginya moralitas dapat meningkatkan
keterpercayaan dan keandalan individu dan masyarakat, baik di mata bangsanya
sendiri maupun dalam pergaulan global. Jadi, kualitas SDM bukan hanya
ditentukan oleh kemampuan dan kreativitasnya saja tetapi juga oleh derajat
moralitasnya. Selain berkaitan dengan sistem masyarakat secara umum, kualitas
SDM mempunyai keterkaitan erat dengan kualitas pendidikan sekolah. Karena SDM
berkualitas adalah keluaran sistem pendidikan, proses pendidikan harusnya
menjadikan kreativitas, penguasaan dan kemampuan mengembangkan IPTEKS, serta
moralitas sebagai acuan dasar. Unsur penguasaan dan kemampuan mengembangkan
IPTEKS bisa dicapai melalui proses pembelajaran sejumlah mata ajaran secara
berjenjang. Unsur kretivitas bisa dirajut dalam sebagian dari mata ajaran
tertentu, misalnya matematika, IPA dan IPS, namun dengan penerapan model
pembelajaran yang kondusif, seperti keterampilan proses (melalui penemuan).
Adapun unsur moralitas dibangun
melalui proses yang kompleks, yang mengutamakan pada pembentukan sikap yang
berkait dengan norma dan nilai-nilai. Unsur ini bisa juga dirajut melalui isi
berbagai mata ajaran, tidak mesti menjadi suatu mata ajaran tersendiri dalam
kurikulum. (Fogarty, 1991).
D. Peranan Pendidikan Dalam
Meningkatkan Sumber Daya Manusia
Persoalan ketenagakerjaan selalu
mendapat perhatian yang serius dari berbagai kalangan, baik
pemerintah, swasta maupun dari masyarakat. Kompleksitas permasalahan
ketenagakerjaan ini dapat dipandang sebagai suatu upaya masing-masing individu
untuk memperoleh dan mempertahankan hak-hak kehidupan yang melekat pada manusia
agar memenuhi kebutuhan demi kelangsungan hidup.
Tujuan pembangunan nasional, yaitu
terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan dan
berdaya saing maju dan sejahtera dalam wadah negara kesatuan republik indonesia
yang didukung oleh manusia yang sehat, mandiri dan bertakwa kepada Tuhan yang
Maha Esa.
Dari tujuan tersebut tercermin bahwa
sebagai titik sentral pembangunan adalah pemberdayaan sumber daya manusia
termasuk tenaga kerja, baik sebagai sasaran pembangunan maupun sebagai pelaku
pembangunan. Dengan demikian, pembangunan ketenagakerjaan merupakan salah satu
aspek pendukung keberhasilan pembangunan nasional. Di sisi lain, terdapat
beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan pembangunan nasional
tersebut, khususnya dibidang dibidang ketenagakerjaan, sehingga diperlukan
kebijakan dan upaya dalam mengatasinya.
Sehubungan hal tersebut di atas
pengembangan SDM di Indonesia dilakukan melalui tiga jalur utama, yaitu
pendidikan, pelatihan dan pengembangan karir di tempat kerja.
Jalur pendidikan merupakan tulang
punggung pengembangan SDM yang dimulai dari tingkat dasar sampai perguruan
tinggi. Sementara itu, jalur pelatihan dan pengembangan karir di tempat kerja
merupakan jalur suplemen dan komplemen terhadap pendidikan.
Arah pembangunan SDM di indonesia
ditujukan pada pengembangan kualitas SDM secara komprehensif meliputi aspek
kepribadian dan sikap mental, penguasaan ilmu dan teknologi, serta
profesionalisme dan kompetensi yang ke semuanya dijiwai oleh nilai-nilai
religius sesuai dengan agamanya. Dengan kata lain, pengembangan SDM di
Indonesia meliputi pengembangan kecerdasan akal (IQ), kecerdasan sosial (EQ)
dan kecerdasan spiritual (SQ).
Dalam rangka pengembangan SDM di
indonesia, banyak tantangan yang harus dihadapi. Tantangan pertama adalah
jumlah penduduk yang besar, yaitu sekitar 216 juta jiwa. Tantangan kedua adalah
luasnya wilayah indonesia yang terdiri dari 17.000 pulau dengan penyebaran
penduduk yang tidak merata. Tantangan ketiga adalah mobilitas penduduk yang
arus besarnya justru lebih banyak ke pulau Jawa dan ke kota-kota besar.
Berbagai tantangan seperti itu,
memerlukan konsep, strategi dan kebijakan yang tepat agar pengembangan SDM di
Indonesia dapat mencapai sasaran yang tepat secara efektif dan efisien. Hal ini
penting dilakukan karena peningkatan kualitas SDM Indonesia tidak hanya untuk
meningkatkan produktivitas dan daya saing di dalam maupun diluar negeri, tetapi
juga untuk meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan penghasilan bagi
masyarakat.
E. Pengertian Pelatihan dan Pengembangan
Pelatihan (training) merupakan
proses pembelajaran yang melibatkan perolehan keahlian, konsep, peraturan, atau
sikap untuk meningkatkan kinerja tenga kera.(Simamora:2006:273). Menurut pasal
I ayat 9 undang-undang No.13 Tahun 2003. Pelatihan kerja adalah keseluruhan
kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan
kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat
ketrampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan
dan pekerjaan.
Pengembangan (development) diartikan
sebagai penyiapan individu untuk memikul tanggung jawab yang berbeda atau yang
Iebih tinggi dalam perusahaan, organisasi, lembaga atau instansi pendidikan,
Menurut (Hani Handoko:2001:104)
pengertian latihan dan pengembangan adalah berbeda. Latihan (training)
dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagal ketrampilan dan teknik
pelaksanaan kerja tertentu, terinci dan rutin. Yaitu latihan rnenyiapkan para
karyawan (tenaga kerja) untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan sekarang. Sedangkan
pengembangan (Developrnent) mempunyai ruang lingkup Iebih luas dalam upaya
untuk memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan, kemampuan, sikap dlan sifat-sifat
kepribadian.
(Gomes:2003:197) Mengemukakan
pelatihan adalah setiap usaha untuk memperbaiki performansi pekerja pada suatu
pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggungjawabnya. Menurutnya istilah
pelatihan sering disamakan dengan istilah pengembangan, perbedaannya kalau
pelatihan langsung terkait dengan performansi kerja pada pekerjaan yang
sekarang, sedangkan pengembangan tidaklah harus, pengembangan mempunyai skcope
yang lebih luas dandingkan dengan pelatihan.
Pelatihan Iebih terarah pada
peningkatan kemampuan dan keahlian SDM organisasi yang berkaitan dengan jabtan
atau fungsi yang menjadi tanggung jawab individu yang bersangkutan saat ini (
current job oriented). Sasaran yang ingin dicapai dan suatu program pelatihan
adalah peningkatan kinerja individu dalam jabatan atau fungsi saat ini.
Pengembangan cenderung lebih
bersifat formal, menyangkut antisipasi kemampuan dan keahhan individu yang
harus dipersiapkan bagi kepentingan jabatan yang akan datang. Sasaran dan
program pengembangan menyangkut aspek yang lebih luas yaitu peningkatan
kemampuan individu untuk mengantisipai perubahan yang mungkin terrjadi tanpa
direncanakan(unplened change) atau perubahan yang direncanakan (planed change).
(Syafaruddin:200 1:2 17).
Hal serupa dikemukakan
(Hadari:2005:208). Pelatihan adaah program- program untuk memperbaiki
kernampuan melaksanakan pekerjaan secara individual, kelompok dan/atau
berdasarkan jenjang jabatan dalam organisasi atau perusahaan. Sedangkan
pengembangan karir adalah usaha yang diakukan secara formal dan berkelanjutan
dengan difokuskan pada peningkatan dan penambahan kemampuan seorang pekerja.
Dan pengertian ini menunjukkan bahwa fokus pengernbangan karir adalah
peningkatan kemampuan mental tenaga kerja.
lstilah pelatihan dan pengembangan
merujuk pada struktur total dan program di dalam dan luar pekerjaan karvawan
yang dimanfaatkan perusahaan dalam mengembangkan keterampilan dan pengetahuan,
utamanya untuk kinerja pekerjaan dan promosi karir. Biasanya pelatihan merujuk
pada pengembangan ketrampilan bekerja (vocational) yang dapat digunakan dengan
segera. (Sjafri :2003: 135).
F. Jenis Pelatihan dan Pengembangan
Terdapa banyak pendekatan untuk
pelatihan. Menurut (Simamora:2006 :278) ada lima jenis-jenis pelatihan yang
dapat diselenggarakan:
1. Pelatihan Keahlian
Pelatihan keahlian (skils training)
merupakan pelatihan yang sering di jumpai dalam organisasi. program
pelatihaannya relatif sederhana: kebutuhan atau kekuragan diidentifikasi
rnelalui penilaian yang jeli. kriteria penilalan efekifitas pelatihan juga
berdasarkan pada sasaran yang diidentifikasi dalam tahap penilaian.
2. Pelatihan Ulang.
Pelatihan ulang (retraining) adalah
subset pelatihan keahilan. Pelatihan ulang berupaya memberikan kepada para
karyawan keahlian-keahlian yang mereka butuhkan untuk menghadapi tuntutan kerja
yang berubah-ubah. Seperti tenaga kerja instansi pendidikan yang biasanya
bekerja rnenggunakan mesin ketik manual mungkin harus dilatih dengan mesin
computer atau akses internet
3. Pelatihan Lintas Fungsional.
Pelatihan lintas fungsional (cros
fungtional training) melibatkan pelatihan karyawan untuk melakukan aktivitas
kerja dalam bidang lainnya selain dan pekerjan yang ditugaskan.
4. Pelatihan Tim.
Pelatihan tim merupakan bekerjasarna
terdiri dari sekelompok Individu untuk menyelesaikan pekerjaan demi tujuan
bersama dalam sebuah tim kerja.
5. Pelatihan Kreatifitas.
Pelatihan kreatifitas(creativitas
training) berlandaskan pada asumsi hahwa kreativitas dapat dipelajari.
Maksudnya tenaga kerja diberikan peluang untuk mengeluarkan gagasan sebebas
mungkin yang berdasar pada penilaian rasional dan biaya dan kelaikan.
Adapun perbedaan antara pelatihan
dan pengembangan menurut (Syafaruddin:2001 :217).
a.
Pelatihan.
Tujuan: Peningkatan kemampuan individu bagi kepentingan
jabatan saat ini.
Sasaran: Peningkatan kinerja jangka pendek.
Orientasi: Kebutuhan jabatan sekarang.
Efek terhadap karir: Keterkaitan dengan karir relatif
rendah.
b. Pengembangan.
Tujuan: Peningkatan kemampuan individu bagi kepentingan
jabatan yang akan datang.
Sasaran: Peningkatan kinerja jangka panjang.
Orientasi: Kebutuhan perubahan terencana atau tidak
terencana.
Efek terhadap karir: Keterkaitan dengan karir relatif
tinggi.
G. Tahapan Proses Pelatihan dan Pengembangan
Sebelum pelatihan dapat
diselenggarakan, kabutuhan akan hal itu perlu dianalisis lebih dahulu. Hal
demikian disebut sebagai langkah/tahapan penilaian dari proses pelatihan.
Menurul (Sjafri:2003:140). setelah tahap analisis kebutuhan dilakukan, maka
harus melakukan beberapa tahapan berikutnya:
1. Penilaian kebutuhan pelatihan.
a. Penilaian kebtuhan perusahaan.
b. Penilaian kebutuhan tugas.
c. Penilaian kebutuhan karyawan.
2. Perumusan tujuan pelatihan.
Perumusan tujuan pelatihan harus ada
keterkaitan antara input, output, outcome, dan impact dan pelatihan itu
sendiri.
3. Prinsip-prinsf p pelatihan.
a. partisipasi
b. pendalaman
c. relevansi
d. pengalihan
e. umpan balik
f. suasana nyaman
g. memiliki criteria
4. Merancang dan menyeleksi prosedur pelatihan.
a. Pelatihan instruksi pekerjaan
b. Perputaran pekerjaan
c. Magang dan pelatihan
d. Kuliah dan presentasi
e. Permainan peran dan pemodelan perilaku
f. Studi kasus
g. Simulasi
h. Studi mandiri dan pembelajaran program
i. Pelatihan laboratorium
j. Pembelajaran aksi
Dalam tahapan ini menurut
(Gomes:2003:204) terdapat paling kurang tiga tahapan utama dalam pelatihan dan
pengembangan, yakni: penentuan kebutuhan pelatihan, desain program pelatihan,
evaluasi program pelatihan.
1. Penentuan kebutuhan pelatihan (assessing training
needs)
Adalah lebih sulit untuk menilai
kebutuhan-kebutuhan pelatihan bagi para pekerja yang ada daripada
mengorientasikan para pegawai yang baru. Dari satu segi kedua-duanya sama.
Tujuan penentuan kebutuhan pelatihan ini adalah untuk mengumpulkan sebanyak
mungkin informasi yang relevan guna mengetahui dan atau/menentukan apakah perlu
atau tidaknya pelatihan dalam organisasi tersebut.
Dalam tahapan ini terdapat tiga
macam kebutuhan akan pelatihan yaitu:
a). General treatment need, yaitu penilaian kebutuhan
pelatihan bagi semua pegawai dalam suatu klasifikasi pekerjaan tanpa
memperhatikan data mengenai kinerja dari seseorang pegawai tertentu.
b). Oversable performance discrepancies, yaitu jenis
penilaian kebutuhan pelatihan yang didasarkan pada hasil pengamatan terhadap
berbagai permasalahan, wawancara, daftar pertanyaan, dan evaluasi/penilaian
kinerja, dan dengan cara meminta para pekerja untuk mengawasi sendiri hasil
kerjanya sendiri.
c). Future human resources neeeds, yaitu jenis
keperluan pelatihan ini tidak berkaitan dengan ketidak sesuaian kinerja, tetapi
Iebih berkaitan dengan sumberdaya manusia untuk waktu yang akan datang.
2. Mendesain program pelatihan (desaigning a training
program)
Sehenarnya persoalan performansi
bisa disiatasi melalui perubahan dalam system feedback, seleksi atau imbalan,
dan juga melalui pelatihan. Atau akan Iebih mudah dengan melakukan pemecatan
terhadap pegawai selama masa percobaannya.
Jika pelatihan merupakan Solusi
terbaik maka para manajer atau supervisor harus memutuskan program pelatihan
yang tepat yang bagaimana yang harus dijalankan. Ada dua metode dan pririsip
bagi pelatihan:
a. Metode pelatihan.
Metode peIathan yang tepat
tergantung kepada tujuannya. Tujuan atau sasaran pelatihan yang berbeda akan
berakibat pemakaian metode yang berheda pula.
b. Prinsip umum bagi metode pelatihan
Terlepas dari berhagai metode yang
ada, apapun bentuk metode yang dipilh, metode tersebut harus rnemenuhi
prinsip—prinsip seperti:
1 .Memotivasi para peserta pelatihan.
2. Memperlihatkan ketrampilan-ketrampilan.
3. Harus konsisten dangan isi pelatihan.
4.Peserta berpartisipasi aktif.
5. Memberikan kesempatan untuk perluasan ketrampilan.
6. Memberikan feedback.
7. Mendorong dari hasil pelatihan ke pekerjaan.
8. Harus efektif dari segi biaya.
3. Evaluasi efektifitas program (evaluating training
program effectivenees).
Supaya efektif, pelatihan haru
merupakan suatu solusi yang tepat bagi permasalahan organisasi, yakni bahwa
pelatihan tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki kekurangan keterampilan. Untuk
meningkatkan usaha belajarnya,para pekerja harus menyadari perlunya perolheanb
informasi baru atau mempelajari keterampilan-keterampilan baru, dan keinginan
untuk belajar harus dipertahankan. Apa saja standar kinerja yang telah
ditetapkan, sang pegawai tidak harus dikecewakan oleh pelatih yang menuntut
terlalu banyak atau terlalau sedikit.
Tujuan dari tahapan ini adalah untuk
menguji apakah pelatihan tersebut efektif di dalam mencapai sasaran-sasarannya
yang telah ditetapkan. Ini menghendaki identifikasi dan pengembangan criteria
tertentu.
a. Tipe-tipe efektifitas program
pelatihan.
Program pelatihan bisa dievaluasi
berdasarkan informasi yang bisa diperoleh pada lima tingkatan:
1. reaction,
2. learning,
3. behaviors,
4. organizational result,
5. cost efectivity.
Pertanyaan-pertanyaan pada
masing-masing kriteria tersebut, seperti diuraikan dibawah ini, memungkinkan
penyaringan informasi yang bisa menjelaskan seberapa efektif program pelatihan
yang dilaksanakan tersebut.
Reaksi : Seberapa baik para peserta menyenangi
pelatihan?
Belajar : Seberapa jauh para peserta mempelajari
fakta-fakta, prinsip-prinsip, dan pendekatan-pendekatan yang terdapat didalam
pelatihan?
Behavior : Seberapa jauh perilaku kerja para pekerja
berubah karena pelatihan?
Hasil-hasil : Apakah peningkatan produktivitas atau
penurunan biaya telah dicapai?
Efektivitas biaya : Katakan bahawa pelatihan efektif,
apakah itu merupakan metode yang paling murah dan menyelesaikan masalah?
1. Reactions : Ukuran mengenai
reaksi ini didesain untuk mengetahui opini dari para peserta mengenai program
pelatihan. Usaha untuk mendapatkan opini para peserta tentang pelatihan ini,
terutama didasarkan pada beberapa alasan utama, seperti: untuk mengetahui
sejauh mana para peserta merasa puas dengan program untuk maksud diadakannya
bebrapa revisi atas program pelatihan, untuk menjamin agar para peserta yang
lain bersikap represif untuk mengikuti program pelatihan.
2. Learning : Informasi yang ingin
diperoleh melalui jenis evaluasi ini adalah mengetahi seberapa jauh para
peserta menguasai konsep-konsep, pengetahuan, keterampilan-keterampilan yang
diberikan selama pelatihan.
3. Behaviors: Perilaku dari para
peserta, sebelum dan sesudah pelatihan, dapat dibandingkan guna mengetahui
tingkat pengaruh pelatihan terhadap perubahan performansi mereka. Langkah ini
penting karena sasaran dari pelatihan adalah untuk mengubah perilaku atau
performansi para peseerta pelatihan setelah diadakan program pelatihan.
4. Organizational result: tujuan
dari pengumpulan informasi pada level ini adalah untuk menguji dampak pelatihan
terhadap kelompok kerja atau organisasi secara keseluruhan.
5. Cost effectivity: ini dimaksudkan
untuk mengetahui besarnya biaya yang dihabiskan bagi program pelatihan, dan
apakah besarnya biaya untuk pelatihan tersebut terhitung kecil atau besar
dibandingkan biaya yang timbul dari permasalah yang dialami oleh organisasi.
b. Model-model penialaian effektifitas pelatihan.
Proses evaluasi itu sendiri bisa
mendorong para pegawai untuk meningkatkan produktifitasnya. Untuk mengetahui
dampak dari pelatihan itu secara keseluruhan terhadap hasil atau performansi
seseorang atau suatu kelompok tertentu, umumnya terdapat dua pilihan model
penilaian yaitu: 1. Uncontrolled model. 2. Controlled model.
Model pertama ini bisanya tidak
memakai kelompok pembanding dalam melakukan penilaian damapak pelatihan terhadap
hasil dan/atau performansi kerjanya.
Sedangkan model kedua adalah model
yang dalam melakukan penilaian efektivitas program pelatihan menggunakan sestem
membanding yaitu membandingkan hasil dari orang atau kelompok yang tidak
mengikuti pelatihan.
Menurut (Dessler:2004:217). Program
pelatihan terdiri dari lima langkah:
Pertama : Langkah analisis
kebutuhan, yaitu mengetahui keterampilan kerja spesifik yang dibutuhkan,
menganalisa keterampilan dan kebutuhan calon yang akan dilatih, dan
mengembangkan pengetahuan khusus yang terukur serta tujuan perestasi.
Kedua : Merancang instruksi, untuk
memutuskan, menyusun, dan menghasilkan isi program pelatihan, termasuk buku
kerja, latihan dan aktivitas.
Ketiga : lagkah validasi, yaitu
program pelatihan dengan menyajiakn kepada beberapa orang yang bisa mewakili.
Keempat : menerapkan program itu,
yaitu melatih karyawan yang ditargetkan.
Kelima : Langkah evaluasi dan tindak
lanjut, dimana manejemen menilai keberhasilan atau kegagalan program ini:
Terdapat tiga tahapan yang harus
tercakup dalam proses pelatihan (Simamora:2006:285) yaitu:
1. Tahapan penilaian
2. Tahapan pelatihan dan pengembangan
3. Tahapan evaluasi
H. Tujuan pelatihan dan pengembangan
Tujuan diselenggarakan peltihan dan
pengembangan kerja menurut (Simamora:2006:276) diaeahkan untuk membekali,
meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan,
produktivitas dan kesejahteraan. Adapun tujuan-tujuannya sebagai berikut:
1. Memperbaiki kinerja karyawan-karyawannya yang
bekerja secara tidak memuaskan karena kekurangan keterampilan merupakan calon
utama pelatihan, kendatipun tidak dapat memecahkan semua masalah kinerja yang
efektif, progaram pelatihan dan pengembangan yang sehat sering berfaedah dalam
meminimalkan masalah ini.
2. Memuktahirkan keahlian para karyawan sejalan dengan
kemajuan teknologi. Melalui pelatihan, pelatih memastikan bahwa karyawan dapat
megaplikasikan teknologi baru secara efektif. Perubahan teknologi pada
gilirannya, berarti bahwa pekerjaan senantiasa berubah dan keahlian serta
kemampuan karyawan haruslah dimuktahirkan melalui pelatihan, sehingga kemajuan
teknologi dapat diintgrasikan dalam organisasi secara sukses.
3. Mengurangi waktu pembelajaran bagi karyawan baru
agar kompoten dalam pekerjaan. Seorang karywan baru acap kali tidak menguasai
keahlian dan kemampuan yang dibutukan untuk menjadi ”job comotent” yaitu
mencapai output dan standar mutu yang diharapkan.
4. Membantu memecahkan msalah orperasional. Para
manejer harus mencapai tujuan mereka dengan kelangkaan dan kelimpahan suber
daya: kelangkaan sumberdaya finansial dan sumberdaya teknologis manusia (human
tecnilogical resourse), dan kelimpahan masalah keuangan, manusia dan
teknologis.
5. Mempersiapkan karyawan untuk promosi satu cara
untuk menarik, menahan, dan memotivasi karyawan adalah melalui program
pengembangan karir yang sistematis. Pengembangan kemampuan promosional karyawan
konsisten dengan kebijakan sumberdaya manusia untuk promosi dari dalam:
pelatihan adalah unsur kunci dalam sistem pengembangan karir. Dengan secara
berkesinambungan mengembangkan dan mempromosikan semberdaya manusianya melalui
pelatihan, manejer dapat menikmati karyawan yang berbobot, termotivasi dan
memuaskan.
6. Mengorientasikan karyawan terhadap organisasi,
karena alasan inilah, beberapa penyelenggara orientasi melakukan upaya bersama
dengan tujuan mengorientasikan para karyawan baru terhadap organisasi dan
bekerja secara benar.
7. Memenuhi kebutuhan pertumbuhan pribadi. Misalnya
sebagian besar manejer adalah berorientasi pencapaian dan membutuhkan tantangan
baru dipekerjaannya. Pelatihan dan pengembangan dapat memainkan peran ganda
dengan menyediakan aktivitas-aktivitas yang menghasilkan efektifitas
organisasional yang lebih besar dan meningkatkan pertumbuhan pribadi bagi semua
karyawan.
I. Manfaat pelatihan
dan pengembangan
Pelatihan mempunyai andil besar
dalam menentukan efektifitas dan efisiensi organisasi. Beberapa manfaat nyata
yang ditangguk dari program pelatihan dan pengembangan (Simamora:2006:278)
adalah:
1. Meningkatkan kuantitas dan
kualitas produktivitas.
2. Mengurangi waktu belajar yang
diperlukan karyawan untuk mencapai standar
kinerja yang dapat diterima.
3. Membentuk sikap, loyalitas, dan
kerjasama yang lebih menguntungkan.
4. Memenuhi kebutuhan perencanaan
semberdaya manusia
5. Mengurangi frekuensi dan biaya
kecelakaan kerja.
6. Membantu karyawan dalam
peningkatan dan pengembangan pribadi mereka.
Manfaat di atas membantu baik
individu maupun organisasi. Program pelatihan yang efektif adalah bantuan yang
berharga dalam perencanaan karir dan sering dianggap sebagai penyembuh penyakit
organisasional. Apabila produktivitas tenaga kerja menurun banyak manejer
berfikir bahwa solusinya adalah pelatihan. Program pelatihan tidak mengobati
semua masalah organisasional, meskipun tentu saja program itu berpotensi untuk
memperbaiki situasi tertentu sekiranya program dijalankan secara benar.
J. Kelemahan pelatihan dan pengembangan
Beberapa kelemahan pelatih dapat
menyebabkan gagalnya sebuah program peltihan. Suatu pemahaman terdahap masalah
potensial ini harus dijelaskan selama pelatihan pata trainer.
(Simamora:2006:282). Kelemahan-kelemahan meliputi:
1. Pelatihan dan pengembangan
dianggap sebagai obat untuk semua penyakit
organisasional.
2. Partisipan tidak cukup
termotivasi untuk memusatkan perhatian dan komitmen mereka.
3. Sebuah teknik dianggap dapat
diterapkan disemua kelompok, dalam semua
situasi, dengan keberhasilan yang sama.
4. Kinerja partisipan tidak
dievaluasi begitu kayawan telah kembali
kepekerjaannya.
5. Informasi biaya-manfaat untuk
mengevaluasi program pelatihan tidak
dikumpulkan.
6. Ketidakadaan atau kurangnya dukungan manajemen.
7. Peran utama penyelia/atasan tidak diakui.
8. Pelatihan bakal tidak akan pernah cukup kuat untuk
menghasilkan perbaikan
kinerja yang dapat
diveifikasi.
9. Sedikit atau tidak ada persiapan untuk tindak
lanjut.
K. Teknik-teknik pelatihan dan
pengembangan
Program-program pelatihan dan
pengembangan dirancang untuk meningkatkan perestasi kerja, mengurangi absensi
dan perputaran, serta memperbaiki kepuasan kerja. Ada dua kategor pokok program
pelatihan dan pengembangan manajemen. (Decenzo&Robbins:1999:230):
The most popular training and
development methods used by organization can be classified as either on-the-job
training. In the following pages, we will briefly introsce the better know
techniques of each category.
1. Metode praktis (on the job training)
2. Teknik-teknik presentasi informasi dan
metode-metode simulasi (off the job
training)
Masing-masing kategori mempunyai
sasaran pengajaran sikap konsep atau pengetahuan dan/atau keterampilan utama
yang berbeda. Dalam pemilihan teknik tertentu untuk dugunakan pada program
pelatihan dan pengembangan, ada beberapa trade offs. Ini berarti tidak ada satu
teknik yang selalu baik: metode tergantung pada sejauh mana suatu teknik
memenuhi faktor-faktor berikut:
1. Efektivitas biaya.
2. Isi program yang dikehendaki
3. Kelayakan fasilitas-fasilitas
4. Preferensi dan kemampuan peserta
5. Preferensi dan kemampuan
instruktur atau pelatih
6. Prinsip-prinsip belajar
Teknik-teknik on the job merupakan
metode latihan yang paling banyak digunakan. Karyawan dilatih tentang pekerjaan
baru dengan sepervise langsung seorang pelatih yang berpengalaman (biasanya
karyawan lain). Berbagai macam teknik ini yang bisa digunakan dalam praktek
adalah sebagai berikut:
1. Rotasi jabatan
2. Latihan instruksi pekerjaan
3. Magang (apprenticeships)
4. Coaching
5. Penugasan sementara
Teknik-teknik off the job, dengan
pendekatan ini karyawan peserta latihan menerima representasi tiruan (articial)
suatu aspek organisasi dan diminta untuk menanggapinya seperti dalam keadaan
sebenarnya. Dan tujuan utama teknik presentrasi (penyajian) informasi adalah
untuk mengajarkan berbagai sikap, konsep atau keterampilan kepada para peserta.
Metode yang bisa digunakan adalah:
1. Metode studi kasus
2. Kuliah
3. Studi sendiri
4. Program computer
5. Komperensi
6. Presentasi
Implementasi program pelatihan dan
pengembangan berfungsi sebagai proses transformasi. Pata tenaga kerja
(karyawan) yang tidak terlatih diubah menjadi karyawan-karyawan yang
berkemampuan dan berkulitas dalam bekerja, sehingga dapat diberikan
tanggungjawab lebih besar.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pelatihan lebih terarah pada
peningkatan kemampuan dan keahlian SDM organisasi yang berkaitan dengan jabatan
atau fungsi yang menjadi tanggung jawab individu yang bersangkutan saat ini
(current job oriented). Sasaran yang ingin dicapai dari suatu program pelatihan
adalah peningkatan kinerja individu dalam jabatan atau funsi saat ini.
Pengembangan lebih cenderung
bersifat formal, menyangkut antisipasi kemampuan dan keahlian inividu yang
harus dipersiapkan bagi kepentingan jabatan yang akan
datang.
Pelatihan dan pengembangan merupakan
salah satu solusi terhadap sejumlah problem penurunan kualitas kinerja
organisasi atau lembaga dan instansi yang disebabkan oleh penurunan kemampuan
dan keusangan keahlian yang dimiliki oleh karyawan atau tenaga kerja.
Pelatihan dan pengembangan bukanlah
solusi utama yang dapat menyelesaikan semua persoalan organisasi, lembaga atau
sebuah instansi. Tetapi mengarah pada peningkatan kinerja para karyawan atau
tenaga kerja yang baik dan benar. Dan tujuan pelatihan dan pengembangan adalah
untuk merubah sikap, perilaku, pengalaman dan performansi kinerja.
Pelatihan merupakan penciptaan suatu
lingkungan dimana kalangan tenaga kerja dapat memperoleh dan mempejari sikap,
kemampuan, keahlian, pengetahuan perilaku spesifik yang berkaitan dengan
pekerjaan. Pelatihan merupakan serangkaian aktivitas yang dirancang untuk
meningkatkan keahlian, pengetahuan, pengalaman, ataupun perubahan sikap
seseorang inidividu.
Pengembangan adalah penyiapan
individu untuk mengemban tanggung jawab yang berbeda atau lebih tinggi di dalam
organisasi. Pengembangan biasanya berkaitan dengan peningkatan kemampuan
intelektual atau emosional yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan yang
lebih baik.
B. Saran
Dalam pelatihan pengembangan
terdapat tiga tahapan penting yang harus dilakukan oleh sebuah organisasi atau
instansi. Pertama tahapan penilaian. Kedua tahapan pelatihan dan pengembangan.
Ketiga tahapan evaluasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Alwi,
Syafaruddin. (200 ). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE Decenzo,
D.A.( 1999). Human recources Managemen. Sixth edition. Newyork: John Wiley
& Sons.lnc
2. Dessler, Gary.
(2004). Sumber Daya Manusia, Penerjemah Eli Tanya Jakarta: PT. Indeks. Judul
asli Human Resource Managemen .(2003) pretince-Hall, inc, Upper Saddle River.
New Jersey
3. Gomes, Faustinc
C. (2003). Manajemen Suber Daya Manusia. Yogyakarta: CV. Andi Offsetl
4. Handoko, T.
Hani. (2001). Manajemen personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE
5. Mangkuprawira.
Sjafri. (2003). Mananjemen Sumber Daya Manusia Strategik. Jakarta: Ghalia
Indonesia
6. Nawawi, Hadari
(2005). Manajemen Sumber Dava Manusia: Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
7. Sirnamora,
Henry. (2006). Manajemen Sumber Daya Manusia: Yogyakarta: STIE YKPN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar